Diposting oleh
kwarcab jakarta timur
di
20.53
Gerakan Pramuka sebagai Kawah Candradimuka
Pembentukan Karakter Bangsa
Oleh : Kak Waluyo
( Ketua Kwarcab Jakarta Timur )
Pembentukan Karakter Bangsa
Oleh : Kak Waluyo
( Ketua Kwarcab Jakarta Timur )
Multikrisis yang terus mendera republik ini memiliki efek kuat terhadap proses regenerasi kepemimpinan. Fakta empirik yang menyakitkan, yakni betapa sulitnya saat ini menemukan figur pemimpin yang memiliki kaliber setara dengan para founding father, seperti Soekarno-Hatta, Sutan Syahrir, Moh Yamin, Ki Hajar Dewantara.
Ada mata rantai yang terputus dalam pemebinaan generasi muda dalam dua dekade terakhir. Runtuhnya bangunan komitmen kebangsaan dan patriotisme disebabkan disahkan arus budaya global dan interpensi pola hidup hedonistik yang diimpor dari barat. Tak ada yang harus disalahkan apalagi saling hujat. Kesalahan paling mendasar bangsa ini, yani terlupakannya akar budaya dan sejarah keluhuran bangsa yang seharusnya terpilihara secara regeneratif.
Kak Hendi (81) seorang kakek bercucu empat belas malang melintang berpuluh tahun menapaki perjalanan hidupnya sebagai seorang pramuka sejati sangat berduka menyaksikan suburnya pola hidup konsumerisme yang menggerus kesadaran menghargai sejarah bangsa pada saat ini. Jangan ditanya mengapa semua ini harus terjadi. Satu kata kunci yang harus digelindingkan dalam setiap hati anak muda pada zaman sekarang, yakni jas merah. Ungkapan ini pernah diutarakan presiden pertama RI, Soekarno. Jas merah merupakan idiomatik dari kultur jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Sejarah bangsa merupakan warisan berharga yang harus terus didenyutkan melalui proses pendidikan yang membutuhkan waktu lama. Kak Hendi salah seorang kampium kepanduan tempo dulu sekaligus sebagai seorang pejuang yang masih tersisa sangat miris menyaksikan museum pada saat ini sebagai benda mati yang tak berharga. Keberadaannya tak lebih sebagai asesori penghias tanda bahwa bangsa kita sebagai bangsa beradab dan berbudaya. Disayangkan, secara empiris generasi muda saat ini enggan beranjangsana ke museum. Begitu kata kak Hendi dalam temu kangen mantan Ka Kwarcab Jakarta Timur dalam diskusi di gedung pengelola TMII (3/1/2009).
Ironis. Bangsa ini memiliki Pancasila, UUD 1945 yang secara histories dan kultural menjadi pemersatu. Sayang, bila nilai-nilai patriotisme, edukatif dan historis hanya diucapkan atau ditulis dalam buku-buku tanpa aksi nyata. Kak Hendi sangat terkesan terhadap bangsa barat yang sarat dengan corengan sejarah imprialisme, tetapi begitu tinggi dalam menghargai sejarah bangsanya. Pria kampium pramuka dan veteran yang tua ini pun menuturkan pengalamannya melakukan studi banding ke beberapa negara barat.
Sebut saja negara Australia yang cukup tua berdiri sebagai peradaban bangsa di dunia ini. Negara supermoderen ini masih memilihara situs-situs kejayaan peradabannya. Diceritakan kak Hendi di Meoulbone bertaburan gedung-gedung supermoderen. Uniknya disana berdiri sebuah gubuk tempo dulu, yakni gubuk Captain Cook. Gubuk ini sepanjang hari ramai di kunjungi para turis dan anak-anak muda disana. Ke balikannya di Bandung tepatnya di area kampus UPI yang dulu gedung IKIP bertengger gedung Isola peninggalan zaman baheula. Nasibnya kini merana. Setelah direnovasi wujud dan fungsinya pun bergesar. Padahal gedung ini pernah menjadi markas tentara Siliwangi. Begitu juga nasib gedung kodim di kawasan Jatinegara saat ini kondisinya ibarat kapal pecah. Padahal di zaman dahulu di gedung inilah para pejuang bangsa menyusun strategi menggusur imprealisme Belanda dan Jepang.
Kak Hendi sangat mendambakan kembalinya sebuah kesadaran kolektif bangsa ini dalam meneruskan semangat jas merah. Gerakan kepramukaan saatnya diandalkan gerakan kolektif yang menjembatani kesenjangan apresiasi sejarah bangsa ini. Ingat, sejarah juga mencatat bahwa para tokoh founding father pernah ditempa di kawasan Candradimuka kepanduan alias pramuka. Soekarno adalah salah seorang pandu sejati. Beliau sangat menghargai, bahwa gerakan kepramukaan merupakan salah satu basic camp bagi proses pembentukan lahirnya pemimpin-pemimpin nasional.
Soekarno sangat memahami betul arti semangat arti kepramukaan yang diusung oleh Robert Baden Powell. Bapak pandu dunia ini tegas menyatakan sekali pramuka selamanya tetap pramuka. Pramuka mengedepankan kewajiban mulia kepada Tuhan, kepada sesama, kepada diri sendiri dan kepada tanah air. Jiwa patriotisme ini harus terus digelindingkan melalui gerakan kepramukaan nasional yang saat ini mulai agak redup dimata generasi muda.
Saatnya gerakan kepramukaan nasional dihidupkan sebagai gerakan yang dahsyat. Gerakan ini harus mengakar sampai ketulang sum-sum. Gerakan ini juga harus bisa mengembalikan kedikjayaan era kepanduan tempo dulu. Ayo, sekarang para pembina pramuka di tanah air menegakkan tunas kelapa prajamuda karana sebagai salah satu diri bangsa yang harus ditumbuhsuburkan ibarat nyiur yang melambai-lambai disepanjang pantai Indonesia, menjaga ibu pertiwi. Kapan lagi kalau bukan sekarang (Waluyo)
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar